MenatapLangit, Ibadah yang Terlupakan—Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hijrah ke Madinah, Allah memerintahkannya untuk shalat menghadap Baitul Maqdis. Orang-orang Yahudi, sebagai penduduk mayoritas di Madinah, merasa senang melihat Nabi Muhammad dan para pengikutnya beribadah menghadap kiblat yang mereka sucikan.Tetapi, Rasulullah lebih mencintai Kakbah karena di sana
Senin, 27 Zulqaidah 1444 H / 12 Juli 2010 1030 wib views Segala puji bagi Allah, Rabba semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, beserta keluarga dan para sahabatnya. Terdapat sebuah pertanyaan seputar shalat yang sering juga kita saksikan di sekitar kita. Yaitu, bagaimana status shalat orang yang tidak melihat ke tempat sujud saat shalat fardlu atau sunnah. Apakah shalatnya batal, berkurang kesempurnaannya walau tetap sah? Ini merupakan problem yang sering kita saksikan dalam shalat berjama'ah di masjid. Jauhnya kaum muslimin dari mendalami ajaran agamanya menjadi penyebab utama, sehingga permasalahan yang jelas-jelas terdapat larangan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam banyak dilanggar. Berikut ini penjelasannya Sesungguhnya shalat termasuk salah satu rukun Islam yang sangat agung. Kekhusyu'an dalam pelaksanaannya menjadi tuntutan syariat. Sampai-sampai Allah 'Azza wa Jalla berfirman, قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ اَلَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya." QS. Al-Mukminun 1-2 Sesungguhnya Iblis –terlaknat- telah bertekad kuat untuk menyesatkan manusia dan menimpakan fitnah atas mereka. Iblis berkata kepada Rabbnya, Allah 'Azza wa Jalla, ثُمَّ لَآَتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ "Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur taat." QS. Al-A'raaf 17 Iblis terlaknat telah berjanji untuk melakukan apa saja dengan berbagai cara guna memalingkan orang dari shalat dan menggoda mereka di dalamnya. Tujuannya, supaya mereka tidak merasakan nikmatnya ibadah dan kehilangkan pahala dan manfaatnya yang besar. Di antara faidah khusyu' adalah akan memperingan seorang hamba dalam melaksanaan perintah shalat. Allah Ta'ala berfirman, وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ "Dan mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mengerjakan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." QS. Al-Baqarah 45 maknanya Beban perintah shalat sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu'. Bagi orang yang shalat disyariatkan untuk khusyu' dalam shalatnya, berdiri di hadapan Allah dalam bentuk yang paling sempurna. Dan hal ini tidak bisa terwujud kecuali dengan menjadikan pandangannya mengarah ke tempat sujud atau wajahnya menghadap ke depan kecuali ketika tasyhhud, maka pandangannya tertuju ke jari telunjuk bagian kanan. Sedangkan menoleh atau melirik menjadi sebab hilangnya kekhusyu'an. Telah diriwayatkan dari Aisyah radliyallahu 'anha, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila shalat biasa menundukkan kepalanya dan memandang ke tanah tempat sujud. Adapun ketika duduk tasyahud beliau memandang ke jari telunjuk yang sedang berisyarat, beliau menggerakkannya. Terdapat juga larangan mengangkat pandangan ke langit atas. Larangan ini berbentuk ancaman atas pelakunya sebagaimana yang disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, إِذَا كَانَ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَا يَرْفَعْ بَصَرَهُ إِلَى السَّمَاءِ أَنْ يُلْتَمَعَ بَصَرُهُ "Apabila salah seorang kalian sedang shalat, janganlah ia mengangkat pandangannya ke langit, dikhawatirkan pandangannya akan disambar." HR. Ahmad Larangan ini semakin keras ketika beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, لَيَنْتَهُنَّ عَنْ ذَلِكَ أَوْ لَتُخْطَفَنَّ أَبْصَارُهُم "Hendaknya orang-orang itu menghentikan perbuatannya itu mengangkat pandangan ke langit/dongak atau -jika tidak- niscaya tercungkillah mata mereka." HR. Bukhari dan Muslim Imam al-Nawawi rahimahullah menguraikan tentang makna hadits di atas, "Dalam hadits ini terdapat larangan yang kuat dan ancaman yang keras atas perbuatan itu. Dan telah dinukil adanya ijma’ konsensus atas larangan hal tersebut. Berkata Al-Qadhi Iyadh 'Para ulama berbeda pendapat dalam kemakruhan menengadah pandangan ke langit ketika berdoa di luar waktu shalat.' Syuraih dan lainnya memakruhkan hal itu, namun mayoritas ulama membolehkannya. Mereka mengatakan 'Karena langit adalah kiblatnya doa sebagaimana ka’bah adalah kiblatnya shalat, dan tidaklah diingkari menengadahkan pandangan kepadanya sebagaimana tidak dimakruhkan pula mengangkat tangan ketika berdoa.' Allah Ta’ala berfirman “Dan di langit adanya rezeki kalian dan apa-apa yang dijanjikan kepada kalian.” Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/171. Mawqi’ Ruh Al Islam Kita memohon kepada Allah agar menerima shalat kita, ketaatan kita, dan seluruh amal shalih yang kita kerjakan. Sesungguhnya Allah Mahamendengar dan Mahadekat. Semoga juga shalat dan salam Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhamad beserta keluarga dan para sahabatnya. Oleh Badrul Tamam Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita! +Pasang iklan Gamis Syari Murah Terbaru Original FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai. Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas? Di sini Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan > jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub 0857-1024-0471 Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller NABAWI HERBA Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon 60%. Pembelian bisa campur produk > jenis produk.
kitabshalat; kitab jenazah; kitab zakat; kitab shiyam; kitab hajji; kitab nikah; kitab urusan pidana; kitab hukuman; kitab jihad; kitab makanan; kitab sumpah dan nazar; kitab memutuskan perkara; kitab memerdekakan budak; kitab kelengkapan; 🙏 do'a sehari-hari; 🔉 audio podcast; 💬 kamus istilah islam; soal & pertanyaan agama; 🔀 ayat
Jakarta – Salah satu ulama Al Azhar Kairo Mesir, Al Muhaddits Syeikh Ahmad bin Shiddiq Al Ghumari Al Maghribi 1380 H / 1960 M, telah menyebutkan alasan kenapa disyariatkan atau dianjurkan kita menengadahkan tangan ke langit saat berdoa. Dalam kitab beliau, Al Manhu Al Mathlubah fi Istihbabi Raf’i Al Yadaini fi Ad Du’a` ba’da As Shalawati Al Maktubah halaman 61, beliau mengatakan,”Jika ada yang mengatakan,’ kalau Allah Ta’ala terbebas dari arah, lantas kenapa menengadahkan tangan ke langit saat berdoa ?” Beliau menjawab pertanyaan itu dengan menukil jawaban Al-Imam Al-Alim Al-Allamah Az-Zahid Al-Wara’ Abu Bakar bin Al-Walid At-Thurthusi Al-Andalusi Al-Iskandari Al-Maliki Al-Asy’ari atau Imam Ath-Thurthusi rahimahullah 1059 – 1126 M / 451 – 520 AH, ulama Malikiyah dari Iskandariyah, yang termaktub dalam kitab Ithaf As Sadah Al Muttaqin, syarah Ihya Ulum Ad Din 5/34 – 35. Dalam jawaban itu, Imam Ath-Thurthusi rahimahullah memberikan dua jawaban Pertama, hal itu berkenaan dengan masalah ubudiyah, seperti menghadap kiblat saat melaksanakan shalat, dan meletakkan kening ke bumi saat sujud, yang juga mensucikan Allah dari tempat, baik itu Ka’bah maupun tempat sujud. Sehingga, seakan akan langit merupakan kiblat saat berdoa. Kedua, karena langit adalah tempat turunnya rizki, rahmat dan keberkahan, sebagaimana hujan turun dari langit ke bumi. Demikian pula, langit merupakan tempat para malaikat, dimana Allah memutuskan maka perintah itu tertuju kepada mereka, hingga mereka menurunkannya ke penduduk bumi. Ringkasnya, langit adalah tempat pelaksanaan keputusan, maka doa ditujukan ke langit. Jawaban Imam Ath-Thurthusi rahimahullah di atas sejatinya merujuk kepada jawaban Al Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdurrahman terkenal dengan nama Imam Ibnu Qurai’ah rahimahullah 367 H / 977 M, saat ditanya oleh Abu Muhammad al-Hasan Bin Harun al-Muhallabi atau Al Wazir Al-Muhallabi rahimahullah 951 – 963 M di Oman, seorang menteri Baghdad yang amat dekat dengan para ulama. Dimana suatu saat Al Muhallabi menanyakan, “Saya melihatmu menengadahkan tangan ke langit dan merendahkan kening ke bumi, di mana sebenarnya Dia Allah Ta’ala ? Ibnu Qurai’ah rahimahullah menjawab, ”Sesungguhnya kami menengadahkan tangan ke tempat tempat turunnya rizki. Dan merendahkan kening kening kami ke tempat berakhirnya jasad jasad kami. Yang pertama untuk meminta rizki, yang kedua untuk menghindari keburukan tempat kematian. Tidakkah engkau mendengar firman Allah Ta’ala yang maknanya, ”Dan di langit rizki kalian dan apa apa yang dijanjikan.” QS. Ad Dzariyat 22. Dan Allah Ta’ala berfirman yang maknanya, ”Darinya Kami ciptakan kalian, dan padanya Kami kembalikan kalian.” QS Thaha 55. Dinukil dari kitab Al Manhu Al Mathlubah fi Istihbabi Raf’i Al Yadaini fi Ad Du’a` ba’da As Shalawati Al Maktubah, Maktab Al Mathbu’at Al Islamiyah, cetakan 2 2004.Shared by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama’ah Sarinyala Kabupaten Gresik
Sesungguhnyashalat termasuk salah satu rukun Islam yang sangat agung. "Dalam hadits ini terdapat larangan yang kuat dan ancaman yang keras atas perbuatan itu. Dan telah dinukil adanya ijma' (konsensus) atas larangan hal tersebut. 'Para ulama berbeda pendapat dalam kemakruhan menengadah pandangan ke langit ketika berdoa di luar waktu
Jakarta - Kiblat merupakan arah yang dituju umat muslim ketika melakukan berbagai ibadah, termasuk sholat. Kiblat mengarah pada bangunan Kakbah di Makkah. Ada berbagai hukum terkait menghadap kiblat, mulai dari wajib, sunnah, makruh hingga beberapa ibadah yang wajib dikerjakan dengan menghadapkan diri ke arah kiblat. Termasuk ketika mendirikan sholat fardhu, tawaf saat menjalankan ibadah haji dan ketika menguburkan SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 144 tentang anjuran menghadap kiblat saat ibadah. قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُArtinya "Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya."Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Dzauqush Shalah menjelaskan, menghadap kepada Allah, Rahasia shalat, ruh dan intinya ialah keberadaan hamba yang menghadap Allah secara totalitas, sebagaimana ia tidak dibolehkan memalingkan wajahnya dari kiblat Allah, ke kanan atau ke kiri, maka tidak semestinya pula ia memalingkan hatinya dari Rabb nya kepada adalah Baitullah, yang menjadi kiblat wajah dan badan seorang hamba, sedangkan Rabbul Bait Allah Tabaraka wa Ta'ala adalah kiblat hati dan ruhnya. Maka sejauh mana seorang hamba menghadap Allah dalam shalatnya, maka sejauh itu pula Allah menghadap kepada hamba-Nya, dan jika ia berpaling , maka Allah juga berpaling buku Misteri Mukjizat Makkah & Madinah 21 Kedahsyatan Yang Terjadi Di Kota Al-Mukaramah oleh Namin Asimah Asizun disebutkan beberapa hukum arah sebagai pusat tumpuan umat Islam dalam mengerjakan ibadah dalam konsep arah terdapat beberapa hukum yang berkaitan yang telah ditentukan secara syariat yaituHukum Wajib1. Ketika sholat fardhu ataupun sholat sunnah menghadap kiblat merupakan syarat sahnya Ketika melakukan tawaf di Ketika menguburkan jenazah maka harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan bagian wajah menghadap KiblatHukum SunnahHukum sunnah menghadap kiblat bagi yang ingin membaca Al Qur'an, berdoa, berzikir, tidur bahu kanan di bawah dan lain-lain yang HaramHaram hukumnya membelakangi atau menghadap kiblat ketika sedang membuang air besar atau kecil di tanah lapang tanpa ada dinding penghalangHukum MakruhBerlaku hukum makruh menghadap kiblat dan membelakangi arah kiblat dalam setiap perbuatan seperti membuang air besar atau kecil dalam ruangan berdinding, tidur secara terlentang sedang kaki selunjur ke arah beberapa penjelasan tentang hukum arah kiblat. Segala perbuatan tentu disaksikan oleh Allah SWT sebagai yang Maha alam. Simak Video "Heboh Selebgram Nonmuslim Masuk ke Masjidil Haram Makkah" [GambasVideo 20detik] dvs/lus
Hendaklah orang-orang yang memandang ke atas saat berdoa dalam shalat berhenti atau pandangan mereka akan dirampas." (HR. Muslim, no. 429) Walaupun demikian, memandang ke langit-langit saat shalat tidaklah membatalkan shalat. Inilah pendapat yang lebih kuat. Memandang ke langit-langit menandakan tidak khusyuknya orang yang shalat.
Assalamualaikum wr wb. Mau tanya, adab doa ada 6, di antaranya yaitu tidak boleh melihat ke langit/ke atas, tapi kalau doa setelah berwudlu malah di anjurkan melihat ke langit, apakah adab ini dengan anjuran itu bertentangan? [Tarkul Ma'asyi] Wa alaikumus salaam wr wb. Syafi'iyah; yang utama dalam berdoa di luar sholat adalah sambil menengadah, sedangkan menurut imam al Ghozali tidak dianjurkan menengadah. Al Qodli Iyadl malikiyah berkata para ulama' berbeda pendapat masalah menengadah dalam doa selain sholat, menurut Syuraih dan selainnya hukumnya makruh, sedangkan menurut yang lainnya hukumnya jawaz. Yang berpendapat jawaz beralasan karena langit adalah qiblatnya doa sebagaimana ka'bah adalah qiblatnya sholat, menengadah -saat berdoa- tidak di ingkari sebagaimana tidak makruhnya mengangkat tangan. Allah ta'ala berfirman "Dan di langit terdapat rezekimu dan terdapat apa yang dijanjikan kepadamu". Wallahu a’lam. [Mujawib Ust. Nur Hamzah , Ust. Hassin Bheghus Se] santrialit - Syarah Nawawi ala Muslim قال القاضي عياض واختلفوا في كراهة رفع البصر إلى السماء في الدعاء في غير الصلاة فكرهه شريح وآخرون ، وجوزه الأكثرون ، وقالوا لأن السماء قبلة الدعاء كما أن الكعبة قبلة الصلاة ، ولا ينكر رفع الأبصار إليها كما لا يكره رفع اليد . قال الله تعالى وفي السماء رزقكم وما توعدون - Al Masusu'ah Fiqhiyyah 8/99 حُكْمُ رَفْعِ الْبَصَرِ إِلَى السَّمَاءِ فِي الدُّعَاءِ خَارِجَ الصَّلاَةِ نَصَّ الشَّافِعِيَّةُ عَلَى أَنَّ الأَْوْلَى فِي الدُّعَاءِ خَارِجَ الصَّلاَةِ رَفْعُ الْبَصَرِ إِلَى السَّمَاءِ، وَقَال الْغَزَالِيُّ مِنْهُمْ لاَ يَرْفَعُ الدَّاعِي بَصَرَهُ إِلَيْهَا. صحيح فقه السنة وأدلته وتوضيح مذاهب الأئمة ١/٣٥٧ رفع البصر إلى السماء وهو لا يجوز، لقوله صلى الله عليه وسلم لينتهين أقوام عن رفع أبصارهم عند الدعاء في الصلاة إلى السماء أو لتُخطفنَّ أبصارهم» - النظر إلى ما يشغل في الصلاة لحديث عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى في خميصة لها أعلام فقال شغلتني أعلام هذه، اذهبوا بها إلى أبي جهم وائتوني بأنبجانية شرح سنن ابن ماجه ١/٧٣ أَو ليخطفن الله أَي ليسلبن الله أَبْصَارهم ان لم ينْتَهوا عَن ذَلِك قَالَ الطَّيِّبِيّ أَو هَهُنَا للتَّخْيِير تهديدا أَي ليَكُون أحد الامرين كَقَوْلِه تَعَالَى لنخرجنك يَا شُعَيْب وَالَّذين آمنُوا مَعَك من قريتنا أَو لتعودن فِي ملتنا وَفِي الْمشكاة بِرِوَايَة مُسلم لينتهين أَقوام عَن رفعهم أَبْصَارهم عِنْد الدُّعَاء فِي الصَّلَاة الى السَّمَاء أَي خُصُوصا عِنْد الدُّعَاء لإيهام ان الْمَدْعُو فِي الْجِهَة الْعليا مَعَ تعاليه عَن الْجِهَات كلهَا والا فَرفع الابصار مُطلقًا فِي الصَّلَاة مَكْرُوه وَقَالَ القَاضِي عِيَاض اخْتلفُوا فِي كَرَاهَة رفع الْبَصَر الى السَّمَاء فِي الدُّعَاء فِي غير الصَّلَاة فكره القَاضِي شُرَيْح وَآخَرُونَ وَجوزهُ الْأَكْثَرُونَ لِأَن السَّمَاء قبْلَة الدُّعَاء كَمَا ان الْكَعْبَة قبْلَة الصَّلَاة فَلَا يكره رفع الْبَصَر اليه كَمَا لَا يكره رفع الْيَد فِي الدُّعَاء انْتهى وَصَحَّ أَيْضا أَنه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يرفع بَصَره الى السَّمَاء فَلَمَّا نزل الَّذين هم فِي صلَاتهم خاشعون طأطأ رَأسه Rabbi zidna 'ilman nafi'a
Hendaklah sekelompok orang benar-benar menghentikan pandangan matanya yang terangkat ke langit ketika berdoa dalam sholat atau hendaklah mereka benar-benar menjaga pandangan mata mereka." (HR. Muslim, Nasa'i dan Ahmad). Rasulullah juga melarang seseorang menoleh ke kanan atau ke kiri ketika sholat, beliau bersabda:
Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah shalat. Ketentuan tersebut ditegaskan dalam sejumlah dalil baik Alquran maupun hadis Rasulullah SAW. Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 144, Allah SWT berfirman, ''Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.'' Perintah Sang Khalik itu diperkuat dengan hadis. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudlu kemudian menghadap kiblat lalu takbir " HR Bukhari dan Muslim. Atas dasar ayat Alquran dan hadis itulah para ulama, menurut asy-Syaukani, bersepakat bahwa menghadap ke Baitullah hukumnya wajib bagi orang yang melakukan shalat. Lalu timbul persoalan, apakah harus persis ke Baitullah atau boleh hanya ke perkiraan arahnya saja? Dalam konteks ini perlu dipahami bahwa agama Islam bukanlah agama yang sulit dan memberatkan. Namun demikian, perlu berusaha memadukan antara teks dan konteks agar pemahaman tentang arah kiblat mendekati kebenaran. Terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama ketika menentukan pusat arah yang dihadapi itu. Apakah yang dihadapi itu zat kiblat itu sendiri atau cukup dengan menghadap ke arahnya saja. Ensiklopedi Islam terbitan Ichtiar Baru van Hoeve, memaparkan pendapat beberapa imam mazhab. Menurut Imam Syafi'i, orang yang melakukan shalat wajib mengarah pasda zat Ka'bah. Sedangkan orang yang jauh dari Ka'bah cukup dengan memperkirakan saja. Akan tetapi, ada riwayat lain yang mengatakan bahwa Imam Syafi'i membolehkan orang shalat hanya menghadap ke arah ka'bah, bukan pada zatnya. Riwayat itu diterima dari al-Muzanni, murid Imam Syafi'i. Dari dua pendapat yang diriwayatkan dari Imam Syafi'i itu, pendapat pertama ternyata lebih popuper. Lalu bagaimana dengan imam-imam yang lain? Imam-imam mujtahid lainnya seperti Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hanbali , mewajibkan orang yang jauh dari Ka'bah untuk menghadap ke arah Ka'bah saja. Alasannya, tak mungkin bagi orang yang jauh dari Ka'bah untuk menghadap ke zat Ka'bah itu sendiri. Jika seseorang melakukan shalat di tempat yang sangat gelap, menurut para Imam, boleh menghadap ke arah yang diyakini. Shalatnya dinyatakan sah, asalkan dia telah melakukan shalat tersebut. Akan tetapi, jika ketika selesai shalat mengetahui bahwa arah kiblat yang dihadapinya salah, maka shalatnya wajib di ulangi, kalau masih ada waktu. Itulah pendapat Imam Syafi'i, ulama Hanafiah dan ulama Kufah pada umumnya. Akan tetapi, as-San'ani ahli fikih dan hadis serta asy-Syaukani memandang shalat yang telah dikerjakan itu tak perlu diulang, karena sah. sumber Harian RepublikaBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
. fqf091602g.pages.dev/286fqf091602g.pages.dev/388fqf091602g.pages.dev/110fqf091602g.pages.dev/255fqf091602g.pages.dev/236fqf091602g.pages.dev/183fqf091602g.pages.dev/200fqf091602g.pages.dev/351fqf091602g.pages.dev/125
menengadah ke langit ketika shalat termasuk perbuatan yang hukumnya